Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah dapat dilihat atau diukur dari tiga pendekatan yaitu, pendekatan faktor produksi (Neo Klasik), pendekatan sektoral dan pendekatan pengeluaran yang meliputi konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor dengan impor. Dalam pendekatan faktor produksi, sumber pertumbuhan ekonomi dilihat dari faktor-faktor produksi yaitu modal (capital), tenaga kerja (man power) dan kemajuan teknologi (technology progress). Selanjutnya, untuk melihat sumber pertumbuhan ekonomi dari pendekatan sektoral yaitu dilihat dari sektor-sektor ekonomi. Sektor ekonomi dalam hal ini dapat dibagi dalam 3 sektor saja yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder dan kontruksi serta sektor tersier (jasa-jasa).
1. Pertumbuhan Ekonomi dari Faktor Produksi
Untuk mengukur berapa besar kontribusi masing-masing faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu perekono-mian dapat digunakan model Neo-Klasik dari Robert Solow dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah diubah dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut:
Ln Y = ln a + β ln K + l ln L + e
Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya kontribusi masing-masing faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka model tersebut digunakan dengan beberapa perubahan. Untuk variabel modal diprediksi dengan tingkat investasi total (investasi asing, investasi swasta dan investasi pemerintah) dengan menggunakan data tahun 1969–1993.
Untuk keperluan analisis digunakan data periode 1969 – 1993 dan model Neo-Klasik dari Solow dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk linear yang bersifat constant return to scale. Dalam model tersebut, Y merupakan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi dari PDB, K adalah kapital yang diprediksi dari investasi dan L adalah jumlah tenaga kerja yang diserap oleh semua sektor. Dari hasil analisis komputer diperoleh hasil sebagai berikut:
Ln Y =  3,152 + 0,321 Ln K + 1,264 Ln L
(11.521)      (4.945)         (7.210)
R2 = 0,98
F hitung = 510.713
Dalam kurung (…) = t hitung
Selanjutnya berdasarkan data historis diketahui bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1969–1993 rata-rata sebesar 7,11 persen per tahun. Tingkat pertum-buhan investasi rata-rata sebesar 9,91 persen per tahun, dan tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja rata-rata adalah sebesar 2,88 persen per tahun. Untuk mengukur besarnya sumbangan atau kontribusi masing-masing faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia digunakan rumus seperti yang telah digunakan oleh Alfian Lains (1990) dengan metode Denisson (1962) yaitu sebagai berikut:
rXi
Kr Xi = ——————- x koefisien Xi
rY
KrXi    = kontribusi variabel Xi terhadap Y
rXi       = rata-rata pertumbuhan variabel Xi per tahun
r Y       = rata-rata pertumbuhan Y
Dari hasil analisis dengan menggunakan model tersebut di atas, diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh investasi dan tenaga kerja. Dengan kata lain, bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia diantaranya dipengaruhi oleh adanya peningkatan investasi yang bersifat langsung. Ini berarti bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang pertama disebabkan karena adanya peningkatan kuantitas investasi, bukan karena adanya peningkatan kualitas investasi seperti yang terjadi di banyak negara-negara maju. Peningkatan kuantitas investasi tidak banyak berperan dalam meningkatkan kapasitas ekonomi atau skala ekonomi (economic scale). Kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 44,79 persen.
Faktor produksi tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama PJP I. Nilai elastisitas tenaga kerja terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 1,264. Nilai elastisitas ini menerangkan bahwa, jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 10 persen, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 12,64 persen. Selanjutnya, setelah dihitung berdasarkan nilai elastisitas terse-but, maka kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 51,20 persen.
Kemajuan teknologi atau faktor produktivitas total (Total Productivity Factor) merupakan bagian dari kegiatan produksi yang sangat penting. Karena, dengan adanya kemajuan teknologi, produktivitas modal maupun tenaga kerja dapat ditingkatkan lebih besar lagi dibandingkan dengan adanya peningkatan modal maupun tenaga kerja saja. Pengukuran kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi memang merupakan masalah yang tidak mudah. Kemajuan teknologi dapat dilihat dari beberapa aspek seperti dari aspek manajemen, tingkat pendidikan, penggunaan teknik-teknik baru dan lain sebagainya. Dalam hal ini, yang menjadi persoalan bukan dari aspek mana melihat kemajuan teknologi tersebut, tetapi yang lebih penting adalah berapa besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi menurut Robert Solow (1957) merupakan residu dari kontribusi modal ditambah kontribusi tenaga kerja atau dikenal dengan perubahan teknologi (technology changes). Dari hasil perhitungan, ternyata kontribusi kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama PJP 1 (1969 – 1993) hanya sebesar 4,01 persen. Dibandingkan dengan hasil penelitian, Robert Solow (1957), Denison (1962, 1967), dan Kuznets (1971), ternyata kontribusi kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat rendah.
Tabel  1. Kontribusi faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1969 – 1993
Variabel
Pertumbuhan/ tahun
Koefisien
Kontribusi
( % )
Modal/Investasi
9,91 %
0,321
44,79
Tenaga Kerja
2,88 %
1,264
51,20
Kemajuan Teknologi
-
3,112
4,01
Rata-rata Pertumbuhan ekonomi
7,11 %
-
100,00
Sumber : Hasil Analisis
Rendahnya kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa, teknologi di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara tetanga. Selain itu dari perhitungan Hal Hill (1995) terhadap beberapa indikator perkembangan teknologi, Indonesia memang tertinggal diban-ding dengan India, Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Beberapa indikator perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi beberap negara tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa indikator perkembangan Iptek di beberapa negara Asia
(tahun 1990-an)

Indikator
Indonesia
India
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
1.Pengeluaran Litbang thdp PNB (%).
2. Pengeluaran Litbang per kapita (US$).
3.Pengeluaran Pemerintah untuk pendidikan thp PNB (1992) (%)
4.Pengeluaran Pemerintah utk Pendi-dikan sbgi % dari total.
5.Jumlah mahasiswa sbg % golongan pendidikan (1991).
0,2
0,9
1,9
9,8
10
0,9
2,7
-
-
-
0,1
2,1
5,8
19,6
7
0,1
0,7
2,9
15,0
28
0,9
68,1
5,2
22,9
-
0,2
1,9
3,2
21,1
16
Sumber: Hal Hill, 1995 hal 83
Dari data pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa, kondisi indikator perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia tidak sebaik negara Malaysia maupun Singapura daan bahkan dibandingkan dengan Thailand saja Indoesia jauh tertinggal. Bahkan bila dilihat dari pengeluaran penelitian dan pengembangan (Litbang) per kapita, ternyata posisi Indonesia menunjukkan tingkat yang terendah setelah Filipina. Fakta ini menunjukkan bahwa, tidaklah keliru nbila sumbangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia rendah seperti yang telah dihasilkan dalam analisis di atas. Jika indonesia ingin meningkatkan peran teknologi dalam pertumbuhan ekonomi, maka pendidikan dan penelitian harus terus ditingkatkan.
Selanjutnya dari hasil penelitian Kuznets (1966) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa, kontribusi kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada periode 1929-1957 adalah sebesar 78 persen dan pada periode 1950-1962 sebesar 56 persen. Sedangkan hasil penelitian Boskin dan Lau (1992) menunjukkan bahwa, kontribusi kemajuan tekno-logi terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kuznets tersebut yaitu sekitar 49 sampai 76 persen.
Berdasarkan studi empiris Boskin dan Lau (1992) di lima negara maju menunjukkan bahwa, terdapat komplementaris yang kuat antara kemajuan teknologi (technology progress) dan pemben-tukan modal (capital formation). Artinya bahwa manfaat ekonomi (economic pay off) dari inovasi teknologi sangat tergantung pada perkembangan modal itu sendiri. Dilihat dari pengeluaran untuk riset dan pengembangan (R & D) di Indonesia, ternyata rasio pengeluaran untuk R & D dari PDB Indonesia hanya 0,16 persen, sedangkan di negara-negara maju seperti Jepang sebesar 2,8 persen dari PDB-nya, Korea Selatan sebesar 2,2 persen dari PDB-nya dan Taiwan sebesar 1,7 persen dari PDB-nya (Dillon: 1999).
Selanjutnya, hasil penelitian Central Strategic Economy Studies (CSES) Melbourne University Australia menunjukkan bahwa, indeks komposisi teknologi ekspor manufaktur Indonesia tergolong rendah yaitu sebesar 0,19. Indeks ini lebih rendah dibandingkan dengan indeks komposisi teknologi ekspor manufaktur Malaysia yang besarnya 0,24; Korea sebesar 0,37; Taiwan sebesar 0,57; Singapura sebesar 0,47 dan Jepang sebesar 0,80 (David Ray; 1996).
Bila kontribusi kemajuan teknologi yang merupakan hasil daya cipta manusia dan kontribusi tenaga kerja dijumlahkan, maka keduanya dapat dikatakan merupakan kontribusi sumber-daya manusia. Hal ini berlaku karena menurut Hicks, kemajuan teknologi itu terkandung (embodied) pada tenaga kerja atau modal, sedangkan menurut new growth theory, kemajuan tekno-logi merupakan faktor endogen dalam model pertumbuhan ekonomi.
Tabel 3. Sumber pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju (dalam %)
Negara
Modal
Tenaga Kerja
Teknologi
Studi Boskin & Lau 1992
1. Perancis
2. Jerman Barat
3. Jepang
4. Inggris
5. Amerika Serikat
Dugaan Konvensional
1. Perancis
2. Jerman Barat
3. Jepang
4. Inggris
5. Amerika Serikat
28
32
40
32
24
56
69
72
55
47
-4
-10
5
-5
27
-4
-11
5
-6
30
76
76
55
73
49
48
42
23
51
23
Sumber: Boskin dan Lau (1992)
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa, modal atau investasi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi utama bagi perekonomian Indonesia. Tanpa modal maka, pertumbuhan ekonomi akan sulit untuk meningkat lebih baik. Padahal berda-sarkan pengalaman negara-negara maju, kemampuan teknologi-lah yang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar. Kemampuan teknologi sangat tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM). Karena itu, jika Indonesia ingin tingkat pertumbuhan ekonominya lebih tinggi, maka kemampuan SDM yang ada harus ditingkatkan melalui pendi-dikan, peningkatan disiplin kerja dan penghargaan yang tinggi pada SDM yang berprestasi dan berkualitas. Tanpa itu semua, akan sulit bagi Indonesia untuk bangkit sejajar dengan negara lain yang telah maju.
Tabel 4. Indeks komposisi teknologi ekspor manufaktur di beberapa negara Asia Timur
Negara
1970
1993
1993*
1.      Indonesia
2.      Malaysia
3.      Korea
4.      Taiwan
5.      Singapura
6.      Jepang
7.      China
8.      Filipina
9.      Muangthai
0,19
0,24
0,37
0,57
0,47
0,80
0,22
0,10
0,15
0,34
1,72
1,07
1,19
1,79
1,30
0,58
0,95
0,92
0,24
0,47
0,53
0,50
0,67
0,89
0,36
0,33
0,43
Sumber: Penarikan CSES, dalam David Ray
* Kecuali komputer dan elektronik
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Drysdale (1997), ternyata sumber pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Timur adalah seperti terlihat pada Tabel 5.4. Dibandingkan dengan hasil penelitian di atas, maka hasil perhitungan dengan menggunakan data tahun 1969 – 1993 untuk Indonesia, ternyata menunjukkan perbedaan yang cukup besar terutama menyang-kut kontribusi investasi yang besarnya 44,79 persen, tenaga kerja sbesar 51,20 persen dan kemajuan teknologi sebesar 4,01 persen. Hasil penelitian Drysdale di atas menunjukkan bahwa, kontribusi masing-masing faktor produksi tidak menunjukkan perbedaan yang besar kecuali untuk Malaysia dan Fhilipina, dimana kemajuan teknologi atau Total Factor Productivity-nya sangat rendah dan dari data tahun 1969-1993, ternyata kontribusi kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong sangat rendah. Meskipun demikian kontribusinya lebih besar dibandingkan dengan di Malaysia.
Dari perbandingan di atas terlihat bahwa, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi dari hasil penelitian Boskin dan Lau adalah pada kemajuan teknologi (TPF). Penelitian serupa di Asia Timur (Drysdale.1997) oleh beberapa peneliti seperti Bosworth, Collins dan Chen (1995) menunjukkan bahwa kontribusi kemajuan teknologi (TFP) di Asia Timur selama periode 1960-1990 cukup tinggi.
Tabel  5. Sumber pertumbuhan negara Asia Timur 1950-1990 (%/thn)
Negara
Periode
Pertum-buhan GDP
Modal
Tenaga kerja
TPF
Hongkong
1960-1990
9,0
31,11
34,44
34,44
Korea
1953-1990
7,4
39,19
32,43
28,38
Taiwan
1950-1990
8,6
30,23
36,05
33,72
Singapura
1950-1990
7,7
50,65
38,96
10,38
Indonesia
1662-1990
6,7
38,81
29,85
31,34
Malaysia
1950-1990
6,0
60,00
48,33
-833
Philipina
1950-1990
4,9
48,98
46,94
4,08
Thailand
1950-1990
5,8
29,31
41,38
29,31
Sumber: Drysdale. 1997, p. 208.
Dengan rendahnya kontribusi kemajuan teknologi terha-dap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menunjukkan bahwa investasi di Indonesia tidak dapat meningkatkan produktivitas. Produkti-vitas akan dapat ditingkatkan apabila investasi tidak hanya ditujukan pada peningkatan barang modal, tetapi juga ditujukan pada pengembangan teknologi. Menurut Gomory (Haidy.CS. 1995:251), ada dua proses yang berbeda dalam inves-tasi pada teknologi, yakni “proses inovasi tangga” (“ladder” innovation process) dan “proses siklus” (cycle process). Proses yang pertama berbentuk sumbangan yang besar dari ilmu pengetahuan. Dalam hal ini investasi dilakukan dalam bentuk penerapan dari berbagai hasil penemuan ilmu pengetahuan. Proses kedua terdiri dari sejumlah inovasi kecil dalam proses produksi maupun produk sehingga cenderung lebih padat modal dari pada proses yang pertama.
2. Sumber Pertumbuhan dengan Pendekatan Struktural
Menganalisis sumber pertumbuhan ekonomi dengan meng-gunakan pendekatan struktural berbeda dengan pendekatan faktor produksi seperti pada teori pertumbuhan Klasik maupun pada teori pertumbuhan Neo-Klasik. Pendekatan struktural didasarkan pada adanya perbedaan produktivitas diantara sektor-sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bukan hanya berasal dari peningkatan secara keseluruhan dari faktor produksi (input), tetapi juga berasal dari pengalokasian sumber-sumber daya pada sektor-sektor produktif. Pembangunan ekonomi harus bertujuan untuk menemukan sektor-sektor yang mempunyai kaitan total paling besar (Jhingan. 1990;247).
Bentuk analisis komperatif struktural ini telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Kuznets pada tahun 1957. Dalam penelitiannya, Kuznets melakukan identifikasi terhadap sejumlah ciri struktural yang umum (stylized facts) yang mengisyaratkan adanya berbagai kendala pokok yang mempengaruhi keberha-silan proses perubahan (transformation). Dalam analisisnya, Kuznets melakukan pemilihan komoditi dan sektor menurut pola permintaan, sifat dapat-tidaknya diperdagangkan komoditi tersebut dan penggunaan faktor produksi.
Dari penelitian Kuznets tahun 1966 diperoleh hasil bahwa, pada sektor pertanian terjadi pertumbuhan produksi yang melamban dalam pertumbuhan produksi nasional. Sebaliknya tingkat pertumbuhan sektor industri lebih cepat dari tingkat pertumbuhan produksi nasional. Selanjutnya, di sektor jasa tidak terjadi perubahan, artinya pertumbuhan sektor jasa sama dengan pertumbuhan produksi nasional.
Dilihat dari kondisi struktur produksi perekonomian Indonesia, terlihat bahwa perekonomian Indonesia sudah meng-arah pada perubahan struktur ekonomi atau transformasi eko-nomi. Perubahan struktural dan proses pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan mengkaji kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan oleh Sundrum terhadap kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun (Hal Hill. 2001), pada awal pembangunan ekonomi Indonesia atau masa pemulihan ekonomi tahun 1967-1973, sektor pertanian dan sektor perdagangan memberikan kontribusi ter-besar yaitu 28,2 persen untuk sektor pertanian dan 25,4 persen untuk sektor perdagangan. Baru kemudian sektor pertambangan (12,8 persen), sektor industri (manufakture) 10,0 persen dan sektor industri 7,3 persen, sedangkan sektor lainnya memberikan kontri-busi di bawah 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indone-sia. Pada awal pembangunan PJP I (1967-1973), tingkat pertum-buhan ekonomi Indonesia secara rata-rata adalah sebesar 7,9 persen per tahun.
Pada masa kejayaan minyak bumi (oil boom) 1973-1981, sektor industri (manufacture) merupakan satu-satunya sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu sebesar 22,9 persen. Sedangkan sektor pertanian dan sektor perdagangan, menunjukkan penurunan kontribusi yaitu dari 28,2 persen pada awal pembangunan menjadi 16,4 persen pada masa oil boom dan sektor perdagangan menurun dari 25,4 persen menjadi 17,2 persen. Meskipun kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan, tetapi secara absolut kontri-businya masih besar.
Sektor pertambangan yang merupakan sektor yang meng-hasilkan minyak justru kontribusinya menunjukkan penurunan yang cukup signifikan pada masa oil boom yaitu dari 12,8 persen pada awal pembangunan turun menjadi 4,9 persen. Penurunan kontribusi sektor pertambangan pada masa oil boom (masa kejayaan minyak bumi), hal ini disebabkan karena peningkatan pada sektor pertambangan yang disebabkan karena peningkatan harga minyak, bukan kerana adanya peningkatan kuantitas output fisik dari sektor pertam-bangan. Pada masa oil boom, sektor pemerintahan menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari 3,8 persen pada awal pembangunan, menjadi 12,6 persen pada masa oil boom pada masa oil boom. Pada masa oil boom ini, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar 7,51 persen per tahun.
Tabel  6. Kontribusi sektoral terhadap pertumbuhan GDP Indonesia selama periode 1967 – 1992 (% terhadap GDP riil)
Sektor
Masa
Pemulihan
1967-1973
Masa
Oil boom
1973-1981
Masa
Resesi
1982-1986
Masa Pertum-
buhan ekspor
1987-1992
Pertanian
28,2
16,4
23,2
10,4
Pertambangan
12,8
4,9
5,0
7,4
Manufaktur
10,0
22,9
28,9
29,2
Fasilitas Umum
0,6
1,1
2,5
1,2
Kontruksi
7,3
8,8
2,0
9,3
Perdagangan
25,4
17,2
12,5
18,3
Transfortasi
4,2
8,0
10,5
7,3
Keuangan
4,3
2,8
4,7
7,1
Perumahan
1,6
4,3
3,2
1,6
Adm.Pemerintahan
3,8
12,6
15,5
5,4
Jasa Lainnya
1,6
1,1
2,2
2,8
Total
100,0
100,0
100,0
100,0
Rata-rata Pertum- buhan GDP (%)
7,9
7,51
4,01
6,73
Sumber : Sundrum dalam Hal Hill (2001, p.31)
Setelah terjadi oil boom pada tahun 1973-1981, maka dengan tingginya harga minyak menyebabkan banyak negara-negara besar seperti Amerika dan negara-negara lainnya menga-lami kelesuan ekonomi atau dikenal dengan Resesi Ekonomi pada tahun 1982. Pada masa resesi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan dari rata-rata 7,9 persen per tahun pada periode 1967-1973 menjadi rata-rata sebesar 7,51 persen per tahun pada masa oil boom (1973-1981) kemudian turun cukup signifkan menjadi rata-rata sebesar 4,01 persen per tahun pada masa resesi (1982-1986). Pada masa resesi ini, sektor pertanian masih merupa-kan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar nomor dua yaitu sebesar 23,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar yaitu 28,9 persen. Urutan ketiga terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa resesi itu yaitu sektor pemerintahan dengan kontribusi sebesar 15,5 persen dan urutan ke empat adalah sektor perdagangan dengan memberikan kontribusi sebesar 12,5 persen.
Pada periode 1987-1992 yang disebut sebagai periode pertumbuhan ekspor oleh Hal Hill (2001), tingkat rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia naik dari 4,01 persen pada masa resesi menjadi rata-rata 6,73 persen per tahun pada masa pertum-buhan ekspor. Pada masa pertumbuhan ekspor ini, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sektor manufaktur atau sektor industri dengan kontribusi sebesar 29,2 persen. Sektor terbesar kedua yang mem-berikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sektor perdagangan dengan kontribusi 18,3 persen dan diikuti oleh sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 10,4 persen.
Berdasarkan periode atau masa seperti terlihat pada Tabel 5, ada tiga sektor ekonomi yang merupakan sektor terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertama adalah sektor manufaktur atau sektor idustri yang secara konsisten terus menunjukkan peningkatan. Kedua adalah sektor perdagangan yang memberikan kontribusi yang besar meskipun cukup berfluktuatif. Sektor pertanian merupakan sektor ketiga terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1967 hingga 1992, meskipun kontribusinya cenderung menurun.
Selain Kuznest, Chenery dan Syrquin, Sundrum (1990:35) telah pula menggunakan model pertumbuhan yang bercirikan transformasi struktur ekonomi untuk mengetahui sumber-sumber pertumbuhan dengan pendekatan sektoral. Model yang digunakan Sundrum tersebut adalah sebagai berikut:
Gy = ( kaGa + kmGm + ksGs )
Gy    = pertumbuhan ekonomi
ka      = proporsi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi.
km    = proposi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi.
ks      = proposi sektor jasa terhadao pertumbuhan ekonomi
Ga     = pertumbuhan sektor pertanian.
Gm   = pertumbuhan sektor industri.
Gs     = pertumbuhan sektor jasa.
Dengan menggunakan model ini, Sundrum mencoba untuk mengukur sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara sektoral, baik di negara-negara industri maupun di negara-negara berkembang dalam tiga dekade terakhir. Dengan menggunakan model di atas pada negara-negara industri maupun di negara-negara berkembang dalam tiga dekade terakhir Sundrum memperoleh hasil analisis sebagai berikut:
Tahun 1950-an              Gy = -0,31 ka + 8,19 km + 0,71 ks
Tahun 1960-an              Gy = -0,15 ka + 12,54 km – 0,64 ks
Tahun 1970-an              Gy = -0,15 ka + 5,15 km + 2,24 ks
Hasil diatas menerangkan bahwa, selama tiga dekade terakhir ternyata sektor industri selalu memberikan pengaruh yang positif dan lebih besar dibandingkan dengan sektor perta-nian dan sektor jasa terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil tersebut menunjukkan pula bahwa, kontribusi sektor pertanian selalu menunjukkan penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan sektor jasa hanya pada tahun 1960-an yang menunjukkan penurunan, selebihnya terus menunjukkan pening-katan meskipun tidak begitu signifikan.
3. Sumber Pertumbuhan Pendekatan Pengeluaran
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa, pertum-buhan ekonomi dapat diukur dari perkembangan PDB dari tahun ke tahun, sedangkan untuk menghitung PDB dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran atau penggunaan berdasarkan persamaan identitas Y = C + I + G + X – M, pendekatan faktor produksi (Y = fungsi dari Kapital, Tenaga Kerja, dan Teknologi) dan pendekatan sektoral. Pengukuran sumber-sumber pertumbuhan dengan pendekatan produksi dan sektoral telah diungkapkan pada uraian di atas. Berikut ini akan dilihat pula berapa besar kontribusi masing-masing unsur pengeluaran agregat terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk analisis ini, hanya digunakan tahun-tahun setelah masa krisis ekonomi Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu.
Tabel  7. Kontribusi struktur pengeluaran terhadap pertum-buhan ekonomi Indonesia pada tahun 2000 – 2005
Rincian Pengeluaran
2000
2001
2002
Pertumbuhan PDB
4,9 %
3,6 %
3,7 %
Konsumsi
3,9 %
4,8 %
5,5 %
Konsumsi Masyarakat
3,6 %
4,4 %
4,7 %
Konsumsi Pemerintah
6,5 %
9,0 %
12,8 %
Pembentukan modal tetap
13,8 %
7,7 %
-0,2 %
Ekspor
26,5 %
1,9 %
-1,2 %
Impor
21,1 %
8,1 %
-8,3 %
Sumber : Bank Indonesia 2002 (diolah)
Pada tahun 2000, semua unsur pengeluaran agregat mem-berikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi yang positif tersebut, terus berlanjut pada tahun 2001. Namun demikian, pada tahun 2002 meskipun pertumbuhan ekonomi relatif tetap, tetapi pembentukan modal tetap (investasi), ekspor dan impor memberikan kontribusi yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi yang terbesar adalah dari konsumsi, terutama konsumsi pemerintah. Lemahnya respon kegiatan investasi yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang lebih tinggi dari pada konsumsi disebabkan karena tingkat investasi yang masih rendah. Rendahnya realisasi investasi di Indonesia tidak terlepas dari iklim investasi yang masih belum kondusif, disamping masih relatif tingginya suku bunga kredit investasi.
Setelah masa krisis ekonomi terlihat bahwa, konsumsi merupakan motor penggerak (engine of growth) bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi bukan saja tidak memberikan efek ganda (multiplier effect) yang lebih tinggi, tetapi juga tidak akan meningkatkan perekonomian makro dengan baik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa, perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada pengeluaran konsumsi terutama pada konsumsi pemerintah. Jika hal ini terus terjadi, maka sulit bagi Indonesia untuk meningkat-kan kinerja ekonominya dengan baik atau bangkit dari krisis ekonomi.
DAFTAR RUJUKAN
Alfian Lains., 1990. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Industri Semen di Indonesia. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XXXVII. No.3., : 243-280.
Boskin, Michael J. and Lawrence J. Lau. 1992, “Capital, Technologi, and Economic Growth“, dalam Rosenberg, Landau dan Mowery (Eds).
Boswort, Barry, Collins, Susan. M and Chen, Yu-chin., 1995. “Accounting for Differences in Economic Growth”. Papers Institut of Developing Economics, Tokyo 5-6 November .
Chenery. H., and M. Syrquin., 1975. Patterns of Development, 1950-1970. Oxford University Press.
David Ray., 1995. Paradigma “New Growth” Teori dan Implika-sinya Terhadap Kebijakan. Prisma No. 3 Maret: 63-76.
————–., 1996. Kemampuan Teknologi Industri Ekspor Indonesia. Papers (tidak dipublikasikan).
Denison, Edward F,. 1962. “The Sorces of Economic Growth in the United State” The Jounal of Business. April.
————————., 1964. “The Unifortance of Embodied Question”. American Economic Review. March.
———————–., 1967. “Sources of Postwar in Nine Western Countries”. American Economic Growth, 1929-1982” U.S. Depertement of Labor. Multyfactor Productivity Measure, 1988 and 1989. March.
Dillon., H.S., 1999. Strategi Pemulihan Ekonomi Indonesia Melalui Pengembangan Agroindustri. Paper Road Show ISEI, Pebruari. Bandung.
Drysdale, Peter and Yiping Huang., 1997. “Technological Cath-Up and Economic Growth in East Asia and The Pacific”. The Economic Record. Vol 73 No. 222 September; 201-211.
Feder, Gershon., 1986. “Growth in Semi Industrial Countries: A Statistical Analysis” in Hollis Chenery, CS. 1986.
Haidy, N. Pasay., Gatot Arya Putra, Suahasil Nazara. 1995. “Produktivitas Sumber Daya dan Teknologi” dalam Arsyad (Editor) Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek Sumber Daya, Teknologi dan Pembangunan. Gramedia.
Hal Hill ., 2001. Ekonomi Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada.Jkt.
Hicks, John. R., 1965. Capital and Growth. New York: Oxford University Press.
Jhingan M.L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan D. Guritno, SH. Rajawali Pers. Jakarta.
Kuznets, Simon., 1969. Economic Growth and Structure: Selected Essay. Indian Edition. Oxford & IBH Publishing Co New Delhi.
Solow, Robert M. 1956. Suatu Sumbangan Terhadap Teori Pertumbuhan Ekonomi. (terjemahan) dalam Faisal Kasryno dan Joseph F. Stepanek, 1985. Dinamika Pembangunan Pedesaan. Yayasan Obor dan PT. Gramedia, Jakarta.
Sundrum, R.M., 1990. Economic Growth in Theory and Practice. The Macmillan Press Ltd.
Solow, Robert M., 1985. “Suatu Sumbangan Terhadap Teori Pertumbuhan Ekonomi”. Dinamika Pembangunan Pedesaan. Faisal Kasryno dan Joseph F Stepanek. Yayasan Obor dan Gramedia. Jakarta.

Sumber : http://amriamir.wordpress.com/2008/09/03/sumber-sumber-pertumbuhan-ekonomi-indonesia/